1. DEFINISI DAN MAKNA KEADILAN
Keadilan
adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki
tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang
dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa
"Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial,
sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut
kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di
dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus
dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia
yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori
keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan
dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak
jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan
merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yang mengandung kebenaran, tidak
memihak, dapat dipertanggungjawabkan dan memperlakukan setiap orang pada
kedudukan yang sama di depan hukum. Perwujudan keadilan dapat dilaksanakan
dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat, bernegara dan kehidupan masyarakat
intenasional.
Keadilan dapat
diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan.
Keadilan juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan
norma-norma, baik norma agama maupun hukum. Keadilan ditunjukkan melalui sikap
dan perbuatan yang tidak berat sebelah dan memberi sesuatu kepada orang lain
yang menjadi haknya.
Untuk membina
dan menegakkan keadilan kita sebaiknya mengetahui berbagai aturan yang
tercermin dalam berbagai teori. Ada tiga orang filsuf terkenal yang
mengemukakan teorinya mengenai keadilan tersebut. Ketiga filsuf itu adalah
Aristoteles, Plato dan Thomas Hobbes.
2. KEADILAN SOSIAL
Keadilan
sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato
membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah
apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan
alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik:
kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan
kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan
dalam hukum.Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila.
keadilan
sosial ! Keadilan hukum berbicara tentang penghukuman pelaku kejahatan.
Keadilan sosial berbicara tentang kesejahteraan seluruh rakyat dalam negara
merdeka. Keadilan yang bisa diperoleh melalui pengadilan formal di mana saja
disebut “keadilan hukum.” Keadilan hukum itu cukup sederhana, yaitu apa yang
sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak
adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk
memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam
bahasa sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang
akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang
melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut.
Dengan
demikian, keadilan hukum itu sangat sempit dan memiliki kelemahan. Misalnya,
untuk kejahatan-kejahatan berat jika yang ditegakkan keadilan hukum saja, yang
terjadi hanyalah para pelaku di hadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman
sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya orang-orang yang paling
bertanggungjawab akan dihukum seumur hidup, pelaksana di lapangan sepuluh
tahun, dan sebagainya. Tetapi keadaan para korban akan tetap saja. Orang-orang
yang diperkosa tetap dalam penderitaan batin.
Mungkin karena
menyadari kelemahan tersebut, ada upaya pemikiran dalam keadaan tertentu
mempertimbangkan kan “keadilan sosial” sebagai pengganti keadilan hukum.
Padangan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pengadilan internasional itu
memakan biaya yang sangat besar.
Pengertian
keadilan sosial memang jauh lebih luas daripada keadilan hukum. Keadilan sosial
bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan
perundang-undangan atau hukum, tetapi berbicara lebih luas tentang hak
warganegara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana
kekayaan dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh
rakyat. Dalam konsep ini terkadung pengertian bahwa pemerintah dibentuk oleh
rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat, dan pemerintah yang tidak
memenuhi kesejahteraan warganegaranya adalah pemerintah yang gagal dan karena
itu tidak adil.
Dari
perspektif keadilan sosial, keadilan hukum belum tentu adil. Misalnya menurut
hukum setiap orang adalah sama, tetapi jika tidak ada keadilan sosial maka
ketentuan ini bisa menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, karena asas persamaan
setiap warganegara setiap orang mendapatkan pelayanan listrik dengan harga yang
sama. Tetapi karena adanya sistem kelas dalam masyarakat, orang kaya yang lebih
bisa menikmatinya karena ia punya uang yang cukup untuk membayar, sedangkan
orang miskin tidak atau sedikit sekali menikmatinya.
Menurut
keadilan sosial, setiap orang berhak atas “kebutuhan manusia yang mendasar”
tanpa memandang perbedaan “buatan manusia” seperti ekonomi, kelas, ras, etnis,
agama, umur, dan sebagainya. Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan
penghapusan kemiskinan secara mendasar, pemberantasan butahuruf, pembuatan
kebijakan lingkungan yang baik, dan kesamaan kesempatan bagi perkembangan
pribadi dan sosial. Inilah tugas yang harus dilaksanakan pemerintah.
Apakah
Indonesia memerlukan keadilan hukum atau keadilan sosial. Keadilan hukum, yaitu
pengadilan dan penghukuman bagi para pelaku kejahatan di masa pendudukan
militer Indonesia diperlukan agar tragedi kekerasan seperti itu tidak terulang
lagi. Agar tidak ada orang atau kelompok yang melakukan kekerasan untuk
mencapai tujuan politiknya. Sedang keadilan sosial diperlukan agar para korban
khususnya, dan seluruh rakyat umumnya, bisa membangun hidup baru yang tidak
hanya tanpa kekerasan tetapi juga tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
dasar sebagai manusia maupun kebutuhan lain yang diperlukan untuk meningkatkan.
3. MACAM-MACAM KEADILAN
A.
Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan
masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan
timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras
kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara balk
menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan
terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan
tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan
ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan
pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan.
Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B. Keadilan
Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Budi bekerja selama
30 hari sedangkan Doni bekerja 15 hari. Pada waktu diberikan hadiah harus
dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.
Andaikata Budi menerima Rp.100.000,- maka Doni harus menerima. Rp 50.000. Akan
tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil dan
melenceng dari asas keadilan.
C. Keadilan
Komutatif
Keadilan ini
bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Ada beberapa
pendapat yg lain dari para ahli filsafat . seperti di bawah ini :
– Menurut
Socrates , keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak
pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
– Menurut Kong
Hu Cu Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila
raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini
terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Dari beberapa
pendapat terbentuklah pendapat yg umum, yg di katakan ” Keadilan itu adalah
pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan
terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan
kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang
menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama.”.
4. DEFINISI DAN HAKEKAT KEJUJURAN
Secara
etimologi, jujur merupakan lawan kata dusta. Dalam bahasa Arab diungkapkan
dengan "Ash-Shidqu" sedangkan "Ash-Shiddiq" adalah orang
yang selalu bersikap jujur baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kejujuran
adalah akhlak terpuji. Seseorang dikatakan jujur apabila dia menyatakan
kebenaran sesuai dengan fakta yang ada tanpa menambah dan menguranginya. Jujur
harus menjadi akhlak dalam perkataan dan tindakan, termasuk isyarat tangan dan
menggelengkan kepala. Terkadang diam pun bisa termasuk bagian dari ungkapan
kejujuran.[1]
Sedangkan para
ulama terdapat perbedaan pendapat dalam memberikan definasi jujur secara
terminologi, di antara definisi jujur menurut para ulama adalah sebagai
berikut:[2]
a. Jujur adalah kata hati yang sesuai
dengan yang diungkapkan. Jika salah
satu syarat itu ada yang hilang, belum mutlak disebut jujur.
b. Jujur adalah hukum yang sesuai dengan
kenyataan, dengan kenyataan, dengan kata lain, lawan dari bohong.
c. Jujur adalah kesesesuaian antara lahir
dan batin, ketika keadaan seseorang tidak didustakan dengan tindakan-tindakannya, begitu pula
sebaliknya.
d. Para ulama menjadikan ikhlas sebagai
perkara yang tidak boleh luput dan kejujuran itu sifatnya lebih umum,
yakni bahwa semua orang yang jujur sudah
tentu ikhlas. tetapi tidak semua orang yang ikhlas itu jujur.
e. Jujur merupakan asas segala sesuatu,
sedangkan ikhlas itu tidak dapat terwujud
kecuali setelah masuk dalam amal. Amal terebut pun tidak akan diterima
kecuali jika disertai jujur dan ikhlas."
f. Kejujuran adalah kemurnian hati Anda,
keyakinan Anda yang mantap, dan ketulusan amal Anda.
Jujur bermakna
keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak,
maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan,
sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang
ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai
seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa
yang dia sembunyikan (di dalam batinnya).
5. KECURANGAN
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya
sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan
berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun
kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling
hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia
dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan,
aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan
secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau
norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa
tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma
tersebut dan jadilah kecurangan.
Seiring dengan
tekad pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK),
maka ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kecurangan. Tulisan
ini mencoba membahas mengenai kecurangan (fraud) terlebih dahulu. Pada edisi
ASEINews berikutnya, penulis akan menghubungkannya dengan TPK/KKN dan fraud
audit atau audit investigasi yang lagi sering dibahas orang berkaitan dengan
kasus KPU. Oleh karena itu, keep in touch ya….
Definisi
Kecurangan
Yang dimaksud
dengan kecurangan (fraud) sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai
kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan
(keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan
tidak terjadi) adalah:
a. Harus terdapat salah pernyataan
(misrepresentation)
b. dari suatu masa lampau (past) atau
sekarang (present)
c. fakta bersifat material (material fact)
d. dilakukan secara sengaja atau tanpa
perhitungan (make-knowingly or recklessly)
e. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan
suatu pihak beraksi.
f. Pihak yang dirugikan harus beraksi
(acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
g. yang merugikannya (detriment).
Kecurangan dalam
tulisan ini termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan
jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang
dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Kategori Kecurangan
Pengklasifikasian
kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi.
Berdasarkan
pencatatan
Kecurangan
berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian
aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang
tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the-books, lebih mudah untuk
ditemukan).
b. Pencurian
aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang
valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
c. Pencurian
aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui
pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang
pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the
books, paling sulit untuk ditemukan)
Berdasarkan
frekuensi
Pengklasifikasian
kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak
berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan
kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal.
Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal:
pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk
melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang
(repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi
beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan
terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan
yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat.
Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk
menghentikannya.
Bagi auditor,
signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung kepada
dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program aplikasi
komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan pembulatan ke
bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih pembulatan tersebut ke
suatu rekening tertentu.
Berdasarkan
konspirasi
Kecurangan
dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat
konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi
karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide
conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo
conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
Berdasarkan
keunikan
Kecurangan
berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan
khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang
bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan aset yang
disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun,
reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim asuransi yang tidak
benar.
b. Kecurangan
umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi
bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan
pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan
kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan
pengiriman barang yang tidak benar.
Gejala Adanya
Kecurangan
Pelaku
kecurangan di atas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu:
manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih
sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena
itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.
6. PERHITUNGAN ( HISAB )
'Hisab secara
harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam
ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap
bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam
menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk
mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam
kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat
muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat
jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
7. PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik
merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela.
Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia
menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin
yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah
laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan
itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi,
cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan
sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan
segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran
moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik
manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir,
melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan
memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong
dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap
rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
8. PEMBALASAN
Pembalasan
adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa
perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah
laku yang seimbang.
Dalam
Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan.
Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari
perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat
mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh
kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya,
manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus
mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu
manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha
mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu
adalah pembalasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar