Rabu, 01 November 2017

Kritik Arsitektur- Pasar Minggu



Latar Belakang

Daerah khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah Ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia  yang memiliki status tingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian Barat Laut Pulau  Jawa. Banyak nya penduduk membuat daerah ibu kota Jakarta menjadi semakin padat. Dengan perkembangan pembangunan kota Jakarta dan pertumbuhan jumlah penduduk khususnya di Pasar Minggu yang semakin bertambah selain mengakibatkan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap barang dagangan kebutuhan rumah tangga, juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan area pasar.
Kelurahan Pasar Minggu berbatasan dengan Kelurahan Pejanten Barat di sebelah utara yang dipisahkan oleh Jalan Pejaten Raya. Sisi barat kelurahan berbatasan dengan Kelurahan Jati Padang, sementara sisi timurnya berbatasan dengan Kelurahan Pejaten Timur dan Tanjung Barat. Sisi selatan berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan yang dibatasi Jalan T.B. Simatupang (Lingkar Luar Selatan).
Saat ini, sejak terjadi perubahan batas wilayah Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa, beserta 5 kecamatan lainnya di Jakarta, sejak tanggal 12 Agustus 2015, 3 kampung yakni Kampung Rawa Bambu Barat, Kampung Rawa Bambu Timur dan Kampung Jatipadang Atas, yang semula termasuk kelurahan ini di kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, telah termasuk ke dalam kelurahan Tanjung Barat, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, serta mengubah kode pos dari semula 12520 menjadi 12530. 6 kelurahan yang telah berubah batas (berdasarkan Kepgub DKI no. 126 tahun 2015)
Sumber : google.co.id/maps/pasar minggu
Pasar Minggu
Pasar Minggu menjadi salah satu pasar terbesar di Ibu Kota. Denyut nadi pasar ini tak pernah mati. Pukul beberapa pun datang ke pasar ini pasti ada aktivitas jual beli. Makin malam justru makin ramai. Ribuan orang menggantungkan hidup di Pasar Minggu. Pasar ini jadi menyuplai kebutuhan dasar warga Ibu Kota di sebagian wilayah Selatan.
Menurut Rachmat Ruchiat, penulis buku-buku sejarah Jakarta, Pasar Minggu dibuka awal abad ke-19. Pada tahun 1984 yang diresmikan oleh gubernur DKI Jakarta pada saat itu bapak Cokropranolo . Di sebut Pasar Minggu lantaran pasar ini dulunya hanya buka di hari Minggu. Namun fakta soal pasar yang beroperasi berdasarkan pasaran hari tidak banyak diketahui orang. Hanya pada hari minggu saja pasar tersebut buka dengan waktu terbatas pukul 13.00 WIB sudah tutup. Seiring dengan waktu keberadaan Pasar Minggu semakin diketahui oleh Warga Jakarta , sehingga kebijakan pemerintah menamakan kecamatan serta kelurahannya sama dengan pasar.
Fungsi dulu dan sekarang
Pasar minggu dulunya adalah pasar yang hanya memasarkan atau berdagang buah dari hasil panen warga sekitar. Sekarang Pasar Minggu tidak lagi seperti apa yang digambarkan dalam lagu di atas. Selain karena semua pasar di Jakarta dengan mudah kita dapatkan buah,  Pasar Minggu sendiri lebih dikenal sebagai pasar sayuran, dan tentu saja ada pedagang buahnya. Menjadi pasar sayuranpun itu hanya berlangsung malam hingga jelang subuh. Siang hari,  Pasar Minggu sama seperti titik-titik Jakarta lainnya.
Sumber : https://www.merdeka.com/khas/
nadi-pasar-minggu-dan-pasar-rebo-tak-pernah-mati.html

Meski begitu,  masih ada beberapa pedagang buah di Pasar Minggu yang menggelar dagangannya secara atraktif.  Mereka hanya menempati sepenggal trotoar di depan stasiun kereta. Mereka jelas bukan petani buah. Mereka hanyalah bagian dari masyarakat urban Jakarta yang terseok-seok menyambung hidup di Ibukota.

Pasar Minggu merupakan suatu kawasa dengan beberapa bangunan komersil disekitarnya yang difungsikan sebagai pasar tradisional. Pasar tradisional ini di bangun pada zaman Belanda saat penjajahan. Bangunan yang dijadikan sebagai kawasan pasar sehari-hari yang masih aktif pada saat ini adalah bangunan yang dulunya merupakan bangunan teater Lingga Indah. Dimana bangunan tersebut beralih fungsi menjadi sebuah bangunan yang dkhususkan untuk pasar sayur serta kegiatan pedagang sehari-hari.

https://fitriwardhono.files.wordpress.com/2011/09/gambar-04.jpg?w=788
Langgam bangunan tersebut hanya mengadopsi bangunan yang yang ada pada masa kolonial dimana gaya bangunan teater zaman dulu seharusnya. Seiring dengan perkembangan zaman bangunan itupun beralih fungsi tak di pungkiri karena kebutuhan pokok mendasar masyarakat  dikala itu mungkin sangatlah banyak serta bangunan tersebut tak lama lagi digunakan ,sehingga diubah menjadi sebuah bangunan pasar yang menyediakan buah-buahan hingga beralih menjadi pasar yang menjual sayur-sayuran hingga saat ini.
Namun terlepas dari hal atau fungsi utama bangunan tersebut meskipun sudah beralih fungsi dan bangunan terbilang tua dan kumuh. Dengan adanya pasar tradisional di pasar  minggu tersebut menghidupkan aktivitas masyarakat di kawasan tersebut dimana benar dibutuhkannya untuk kawasan perdagangan kebutuhan pokok. Sehingga adapun baiknya bangunan tersebut di tata serta didesain kembali sesuai kebutuhan yang sangat utama serta mendukung kegiatan masyarakat yang berdagang  pada bangunan tersebut .


Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar